Jumat, 23 Desember 2011

MENGENAL SAHABAT NABI

Rp 78.000. SMS ke: 0817-1945-60
Mengenal Sahabat Nabi
Oleh: Hepi Andi Bastoni 

Di tengah bergumpalnya berbagai persoalan di negeri ini, ada beberapa fenomena menarik yang patut direnungkan. Di antaranya,  meningkatnya krisis figur yang bisa dijadikan teladan bagi orang banyak, khususnya generasi muda. Remaja telah kehilangan idola yang bisa  dijadikan anutan. Kalau pun ada, orang yang mereka jadikan idola adalah artis atau pemain film yang sebagian besar tidak bisa dijadikan teladan lantaran kosong nilai-nilai agama dan jauh dari peradaban murni bangsa kita.
Anak-anak nyaris tidak memiliki tokoh yang bisa mereka banggakan. Kalau pun ada-seperti  remaja-mereka mengidolakan pemain film kartun semacam Sinchan, Doraemon, P-Men, Pokemon dan lainnya. Hal itu tidak bisa disalahkan - walaupun jelas tidak bisa dibenarkan  - karena 'makanan' mereka sehari-hari adalah tontonan itu. Akibatnya, yang ada dalam benak mereka adalah apa yang dilihat. Tidak mengherankan, kalau anak-anak itu ditanya tentang tokoh idola, mereka spontan akan menjawab, "Doraemon!" atau P-Men". Jarang sekali - bahkan mungkin tidak ada - yang menjawab, "Khalid bin Walid, Jenderal Sudirman atau Abdurahman bin Auf!"
Padahal, bangsa Indonesia sangat kaya dengan figur yang bisa dijadikan idola. Sebut saja pahlawan yang telah mempertahankan negeri kita ini dari tangan penjajah, seperti Jenderal Sudirman, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro dan sederet pahlawan lainnya. Lebih khusus lagi, Islam jauh lebih banyak memiliki tokoh yang bisa dijadikan teladan, baik setelah Rasulullah wafat, atau sebelum beliau dilahirkan. Namun figur-figur tersebut tidak diketahui oleh anak-anak lantaran tidak mengetahui siapa para tokoh itu.
Tingkat produktivitas buku-buku berjalan di tempat karena minimnya minat baca  anak-anak. Ditambah lagi, penghargaan kepada penulis sangat rendah. Kalau pada zaman keemasan Islam saat dua khilafah Islamiyah berkuasa - Daulat Umawiyah dan Abbasiyah- para penulis bisa dihargai dengan emas seberat tulisannya, maka di negeri ‘tanah surga’ ini kerap  kita temukan para penulis yang tidak mendapatkan apa-apa dari hasil karyanya. Kalau di negara lain para penulis bisa hidup karena karya tulisnya, maka di negeri nan subur ini  tak jarang para penulis harus ikut-ikutan mengeluarkan modal untuk biaya percetakan atau mengeluarkan keringat untuk memasarkan karya mereka.
Benar, kita tidak bisa menyalahkan penerbit-penerbit buku yang tidak memberikan penghargaan tinggi kepada para penulis. Kita tidak juga bisa mempersoalkan toko-toko yang menjualkan buku dengan harga selangit. Permasalahannya lebih kompleks dari sekadar mempersoalkan penerbit dan toko buku. Kita dihadapkan kepada harga kertas yang kian menjulang tinggi sehingga mengharuskan biaya percetakan membengkak. Para penerbit disodori hasil karya yang mutunya memang tidak bisa bersaing lantaran minimnya bacaan sang pengarang. Pengarang pun tak bisa dijadikan sasaran akhir lantaran untuk mendapatkan bacaan ia mesti mengeluarkan uang yang tidak sedikit. Pendek kata, kita dihadapkan pada sebuah lingkaran persoalan yang tidak mempunyai ujung dan pangkal. 
Buku yang ada di tangan pembaca saat ini hanyalah sebuah karya yang mencoba mendobrak satu sisi dari permasalahan-permasalahan di atas, yaitu sisi krisis keteladanan. Walaupun penyusun yakin, tindakan ini ibarat membenturkan kepala ke tembok karang yang keras, tapi paling tidak ini adalah sebuah usaha dari sebuah percobaan.
Penyusun mencoba menawarkan beberapa figur sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang jelas-jelas bisa diteladani. Mungkin terlalu idealis kalau ingin meniru jalan hidup mereka secara keseluruhan. Tapi, paling tidak generasi kita punya tokoh yang bisa mereka idolakan, dan jadikan  anutan. Paling tidak, kita mengenal orang-orang yang telah memperjuangkan Islam pada masa-masa awal munculnya. Paling tidak lagi, kita bisa memberikan  bacaan alternatif bagi mereka, generasi bangsa di tengah semaraknya hiburan-hiburan yang menggoda.
Perlu penyusun sampaikan, naskah buku ini berasal dari modul Lomba Kisah Para Sahabat Nabi yang diselenggarakan pada Ahad, 15 April 2001. Mengingat besarnya permintaan dari berbagai kalangan, penyusun berinisiatif untuk lebih menyempurnakan isinya. Setelah melalui proses pengeditan yang cukup lama, akhirnya buku ini hadir di tangan pembaca. Terkait dengan penyusunan buku ini, ada beberapa hal yang perlu diketahui:
Pertama, buku seperti yang ada di tangan pembaca saat ini, mungkin sudah banyak beredar. Bahkan, di antara buku-buku tersebut tidak sedikit yang penyusun jadikan referensi. Namun, setiap buku tentu mempunyai kekhasan tersendiri. Kandungan isi buku ini boleh dibilang lengkap (berisi 101 sahabat Nabi), sehingga sangat memungkinkan dijadikan referensi. Bahasanya pun sengaja ditulis sesederhana mungkin agar bisa dinikmati pembaca segala usia. Sistem penyusunan nama para sahabat sengaja disusun berdasarkan abjad. Bukan bermaksud merendahkan kemuliaan sebagian sahabat Rasulullah saw atas yang lain, tapi semata untuk memudahkan penggunaannya.
Kedua, penulisan buku ini bersifat pemaparan kisah hidup para sahabat Rasulullah saw secara umum. Karena itu, isinya pun lebih didomonisi cerita yang bersifat penuturan tanpa pendalaman analisa yang tajam kecuali beberapa hal saja yang sangat dibutuhkan. Tentu, sistem ini mempunyai kelemahan, tapi juga kelebihan. Dengan menggunakan sistem ini, objektifias penulisan akan lebih bisa terjaga. Penyusun berusaha semaksimal mungkin untuk tidak berpihak kepada sebagian sahabat atau memojokkan sahabat yang lain.
Ketiga, untuk menceritakan seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam saja, tak mungkin bisa dengan beberapa lembar tulisan. Misalnya, untuk menulis sahabat seperti Abu Bakar ash-Shiddiq, tak cukup satu buku. Karenanya, penulisan dalam buku ini hanyalah bersifat pengenalan dasar saja. Untuk mengetahui perjalanan hidup seorang sahabat lebih banyak, diperlukan buku lain yang membahasnya secara khusus.
Keempat, dalam merampungkan buku ini, penyusun menggunakan referensi dengan dua metode penulisan, yaitu kutipan langsung dan kutipan bebas. Maksudnya, untuk menulis seorang sahabat, kadang kala penulis hanya memerlukan satu atau dua buku. Karenanya, tidak mustahil jika suatu saat pembaca menemukan di antara isi buku ini, mempunyai kesamaan dengan sumber lain yang memang penyusun jadikan referensi.
Namun, tidak jarang untuk merampungkan tulisan tentang seorang sahabat, penyusun menggunakan puluhan buku. Baik disebabkan sumber tentang sahabat tersebut sulit dicari, maupun karena banyaknya data yang harus dipilih. Semua referensi tersebut, penyusun letakkan di akhir tulisan. Seandainya ada referensi yang harus disebutkan secara khusus, penyusun tidak menggunakan catatan kaki, tapi langsung disertakan dalam paragraf tulisan.
Kelima, jumlah sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam tidak sedikit. Mereka yang tercantum dalam buku ini hanyalah sebagian saja. Karenanya, pemuatan 101 sahabat Rasulullah saw dalam buku ini tidak dimaksudkan untuk membatasi atau mengenyampingkan sahabat lain yang belum tercantum. Penyusun berharap, dalam waktu dekat buku yang memuat para sahabat lainnya akan menyusul, insya Allah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar