Rp 78.000. SMS ke: 0817-1945-60 |
Mengenal Sahabat Nabi
Oleh: Hepi Andi Bastoni
Di tengah
bergumpalnya berbagai persoalan di negeri ini, ada beberapa fenomena menarik
yang patut direnungkan. Di antaranya,
meningkatnya krisis figur yang bisa dijadikan teladan bagi orang banyak,
khususnya generasi muda. Remaja telah kehilangan idola yang bisa dijadikan anutan. Kalau pun ada, orang yang
mereka jadikan idola adalah artis atau pemain film yang sebagian besar tidak
bisa dijadikan teladan lantaran kosong nilai-nilai agama dan jauh dari
peradaban murni bangsa kita.
Anak-anak nyaris
tidak memiliki tokoh yang bisa mereka banggakan. Kalau pun ada-seperti remaja-mereka mengidolakan pemain film kartun
semacam Sinchan, Doraemon, P-Men, Pokemon dan lainnya. Hal itu tidak bisa
disalahkan - walaupun jelas tidak bisa dibenarkan - karena 'makanan' mereka sehari-hari adalah
tontonan itu. Akibatnya, yang ada dalam benak mereka adalah apa yang dilihat.
Tidak mengherankan, kalau anak-anak itu ditanya tentang tokoh idola, mereka spontan
akan menjawab, "Doraemon!" atau P-Men". Jarang sekali - bahkan
mungkin tidak ada - yang menjawab, "Khalid bin Walid, Jenderal Sudirman
atau Abdurahman bin Auf!"
Padahal, bangsa
Indonesia sangat kaya dengan figur yang bisa dijadikan idola. Sebut saja
pahlawan yang telah mempertahankan negeri kita ini dari tangan penjajah,
seperti Jenderal Sudirman, Tuanku Imam Bonjol, Pangeran Diponegoro dan sederet
pahlawan lainnya. Lebih khusus lagi, Islam jauh lebih banyak memiliki tokoh
yang bisa dijadikan teladan, baik setelah Rasulullah wafat, atau sebelum beliau
dilahirkan. Namun figur-figur tersebut tidak diketahui oleh anak-anak lantaran
tidak mengetahui siapa para tokoh itu.
Tingkat
produktivitas buku-buku berjalan di tempat karena minimnya minat baca anak-anak. Ditambah lagi, penghargaan kepada
penulis sangat rendah. Kalau pada zaman keemasan Islam saat dua khilafah
Islamiyah berkuasa - Daulat Umawiyah dan Abbasiyah- para penulis bisa dihargai
dengan emas seberat tulisannya, maka di negeri ‘tanah surga’ ini kerap kita temukan para penulis yang tidak
mendapatkan apa-apa dari hasil karyanya. Kalau di negara lain para penulis bisa
hidup karena karya tulisnya, maka di negeri nan subur ini tak jarang para penulis harus ikut-ikutan
mengeluarkan modal untuk biaya percetakan atau mengeluarkan keringat untuk
memasarkan karya mereka.
Benar, kita tidak
bisa menyalahkan penerbit-penerbit buku yang tidak memberikan penghargaan
tinggi kepada para penulis. Kita tidak juga bisa mempersoalkan toko-toko yang
menjualkan buku dengan harga selangit. Permasalahannya lebih kompleks dari
sekadar mempersoalkan penerbit dan toko buku. Kita dihadapkan kepada harga
kertas yang kian menjulang tinggi sehingga mengharuskan biaya percetakan
membengkak. Para penerbit disodori hasil karya yang mutunya memang tidak bisa
bersaing lantaran minimnya bacaan sang pengarang. Pengarang pun tak bisa
dijadikan sasaran akhir lantaran untuk mendapatkan bacaan ia mesti mengeluarkan
uang yang tidak sedikit. Pendek kata, kita dihadapkan pada sebuah lingkaran
persoalan yang tidak mempunyai ujung dan pangkal.
Buku yang ada di tangan pembaca saat ini hanyalah
sebuah karya yang mencoba mendobrak satu sisi dari permasalahan-permasalahan di
atas, yaitu sisi krisis keteladanan. Walaupun penyusun yakin, tindakan ini
ibarat membenturkan kepala ke tembok karang yang keras, tapi paling tidak ini
adalah sebuah usaha dari sebuah percobaan.
Penyusun mencoba
menawarkan beberapa figur sahabat Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam yang
jelas-jelas bisa diteladani. Mungkin terlalu idealis kalau ingin meniru jalan
hidup mereka secara keseluruhan. Tapi, paling tidak generasi kita punya tokoh
yang bisa mereka idolakan, dan jadikan
anutan. Paling tidak, kita mengenal orang-orang yang telah
memperjuangkan Islam pada masa-masa awal munculnya. Paling tidak lagi, kita bisa
memberikan bacaan alternatif bagi
mereka, generasi bangsa di tengah semaraknya hiburan-hiburan yang menggoda.
Perlu penyusun
sampaikan, naskah buku ini berasal dari modul Lomba Kisah Para Sahabat Nabi
yang diselenggarakan pada Ahad, 15 April 2001. Mengingat besarnya permintaan
dari berbagai kalangan, penyusun berinisiatif untuk lebih menyempurnakan
isinya. Setelah melalui proses pengeditan yang cukup lama, akhirnya buku ini
hadir di tangan pembaca. Terkait dengan penyusunan buku ini, ada beberapa hal yang
perlu diketahui:
Pertama, buku seperti yang
ada di tangan pembaca saat ini, mungkin sudah banyak beredar. Bahkan, di antara
buku-buku tersebut tidak sedikit yang penyusun jadikan referensi. Namun, setiap
buku tentu mempunyai kekhasan tersendiri. Kandungan isi buku ini boleh dibilang
lengkap (berisi 101 sahabat Nabi), sehingga sangat memungkinkan dijadikan
referensi. Bahasanya pun sengaja ditulis sesederhana mungkin agar bisa
dinikmati pembaca segala usia. Sistem penyusunan nama para sahabat sengaja disusun
berdasarkan abjad. Bukan bermaksud merendahkan kemuliaan sebagian sahabat
Rasulullah saw atas yang lain, tapi semata untuk memudahkan penggunaannya.
Kedua, penulisan buku ini
bersifat pemaparan kisah hidup para sahabat Rasulullah saw secara umum. Karena
itu, isinya pun lebih didomonisi cerita yang bersifat penuturan tanpa
pendalaman analisa yang tajam kecuali beberapa hal saja yang sangat dibutuhkan.
Tentu, sistem ini mempunyai kelemahan, tapi juga kelebihan. Dengan menggunakan
sistem ini, objektifias penulisan akan lebih bisa terjaga. Penyusun berusaha
semaksimal mungkin untuk tidak berpihak kepada sebagian sahabat atau memojokkan
sahabat yang lain.
Ketiga, untuk menceritakan
seorang sahabat Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam saja, tak
mungkin bisa dengan beberapa lembar tulisan. Misalnya, untuk menulis sahabat
seperti Abu Bakar ash-Shiddiq, tak cukup satu buku. Karenanya, penulisan dalam
buku ini hanyalah bersifat pengenalan dasar saja. Untuk mengetahui perjalanan
hidup seorang sahabat lebih banyak, diperlukan buku lain yang membahasnya
secara khusus.
Keempat, dalam merampungkan buku ini, penyusun menggunakan
referensi dengan dua metode penulisan, yaitu kutipan langsung dan kutipan
bebas. Maksudnya, untuk menulis seorang sahabat, kadang kala penulis hanya
memerlukan satu atau dua buku. Karenanya, tidak mustahil jika suatu saat
pembaca menemukan di antara isi buku ini, mempunyai kesamaan dengan sumber lain
yang memang penyusun jadikan referensi.
Namun, tidak jarang
untuk merampungkan tulisan tentang seorang sahabat, penyusun menggunakan
puluhan buku. Baik disebabkan sumber tentang sahabat tersebut sulit dicari,
maupun karena banyaknya data yang harus dipilih. Semua referensi tersebut,
penyusun letakkan di akhir tulisan. Seandainya ada referensi yang harus
disebutkan secara khusus, penyusun tidak menggunakan catatan kaki, tapi
langsung disertakan dalam paragraf tulisan.
Kelima, jumlah sahabat
Rasulullah Shallallahu ‘Alahi wa Sallam tidak sedikit. Mereka yang
tercantum dalam buku ini hanyalah sebagian saja. Karenanya, pemuatan 101
sahabat Rasulullah saw dalam buku ini tidak dimaksudkan untuk membatasi atau
mengenyampingkan sahabat lain yang belum tercantum. Penyusun berharap, dalam
waktu dekat buku yang memuat para sahabat lainnya akan menyusul, insya Allah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar