|
BEGINILAH
RASULULLAH BERBISNIS
(Pengantar untuk buku Beginilah Rasulullah Berbisnis)
Oleh: Hepi Andi Bastoni
Jika
kita perhatikan, sejak 1000 tahun lalu terjadi pergeseran di kalangan pemegang
kekuasaan. Jika pada tahun 1000-an Masehi, kekuasaan berada di tangan kaum
rohaniawan yang secara kebetulan adalah beberapa orang yang mampu membaca dan
menulis. Lalu, pada tahun 1445, mesin cetak ditemukan. Pengetahuan pun bisa
menyebar ke banyak kalangan. Kekuasaan pun berpindah dari tangan agamawan ke
tangan politikus. Untuk mempertahan kekuasaannya, para politikus membutuhkan
birokrat. Lama kelamaan, kekuasaan bergeser perlahan dari politikus ke birokrat
dan militer.
Pada tahun 1995, ekonomi menjadi begitu penting sehingga
menyebabkan runtuhnya beberapa pemimpin politik dan militer. Di Indonesia,
Soeharto mengalami hal yang sama. Habibie dari kalangan cendekiawan tidak bisa
bertahan. Gus Dur yang mewakili kalangan agamawan juga runtuh. Megawati
Soekarno Putri yang mewakili kalangan bangsawan juga tak bisa bertahan.
Jika dilihat trendnya, ke depan panggung kekuasaan akan
dikendalikan oleh para pengusaha. Di Indonesia, kepemimpinan Presiden SBY
sebagai seorang militer, tak mungkin bertahan lama. Ini harus terjadi jika
sebuah bangsa ingin maju. Ini fakta sekaligus keharusan. Apalagi bagi negara
yang sudah memberlakukan pemilihan langsung. Untuk menjadi bupati, walikota,
gubernur, apalagi presiden, dibutuhkan dana yang tidak sedikit. Dan itu hanya
dimiliki oleh para pengusaha, bukan politikus, militer atau birokrat.
Dalam
konteks Indonesia, kaidah ini harus segera diwujudkan jika ingin Indonesia
bangkit. Indonesia jangan lagi dipimpin militer, birokrat, atau politikus. Ia
harus dipimpin pengusaha. Pemimpin pengusahalah yang bisa membawa Indonesia
bangkit. Tentu pengusaha yang bermoral dan bukan yang suka menindas buruh.
Mantan
Presiden Soeharto, mungkin berhasil memajukan sisi pertanian Indonesia, tapi
tidak di sektor ekonomi dan usaha secara menyeluruh. Kita swasembada beras,
tapi tidak sampai mengekspor. Kita berhasil mengembangkan ternak sapi, tapi
tidak sampai seperti Australia. Mengapa? Karena pemimpin kita tidak memiliki
visi bisnis untuk mengelola bangsa ini.
Pemimpin
yang memiliki visi bisnis itu selalu akan berpikir untuk mengembangkan sesuatu
dari sedikit menjadi banyak. Ia selalu berpikir untung. Makanya, kita perlu
pemimpin yang memiliki visi bisnis dan berpikir kerakyatan. Ia maju bersama
orang banyak.
Sisi
lainnya, ketika seorang pebisnis itu naik ke panggung ke kekuasaan, dia
diharapkan tidak korupsi. Sebab, ia sudah kaya dan karenanya ia juga harus
bermoral. Yang dimaksud pemimpin di sini, bukan semata presiden, tapi gubernur,
walikota, bupati dan lainnya. Mereka harus memiliki visi bisnis. Negara maju
itu, pemimpin-pemimpinnya adalah orang-orang kaya yang berwirausaha. Bukan
orang-orang kaya yang tidak jelas dari mana uangnya. Sebanyak 70% gubernur dan
senator di Amerika itu adalah pengusaha. Politikus hanya 10%.
Idealnya, sebuah negara memiliki 4%-7% dari
penduduknya yang menjadi pengusaha. Saat ini, Indonesia baru memiliki 400 ribu
pengusaha alias hanya 0,2% dari total 230 juta penduduknya. Indonesia
seharusnya memiliki minimal sembilan juta pengusaha! Jadi, peluang menjadi
pengusaha masih terbuka lebar.
Namun pengusaha bukan sembarang pengusaha yang
visinya semata untuk memperkaya diri.
Indonesia memerlukan pengusaha yang berpikir untuk kepentingan orang banyak.
Kegiatan bisnis yang dilakukan
harus
menghasilkan kebaikan. Bisnis yang dilakukan harus terwarnai dengan nilai-nilai etika.
Dalam Islam, spirit wirausaha justru begitu jelas. Islam
mengajarkan kepada umatnya untuk bekerja dengan tangannya sendiri. Nabi saw
sendiri memuji para pedagang yang jujur. Dalam bentangan sejarah, Nabi saw dan
para sahabatnya adalah pelaku bisnis yang sukses.
Memang, salah
satu aspek kehidupan Nabi Muhammad saw yang kurang mendapat perhatian serius
adalah kepemimpinan beliau di bidang bisnis dan entrepreneurship. Muhammad saw
lebih dikenal sebagai seorang rasul, pemimpin masyarakat atau “negara”, dan
pemimpin militer.
Padahal,
sebagian besar kehidupannya sebelum menjadi utusan Allah SWT adalah sebagai
seorang pengusaha. Muhammad saw telah memulai merintis karir dagangnya ketika
berumur 12 tahun dan memulai usahanya sendiri ketika berumur 17 tahun.
Pekerjaan ini terus dilakukan sampai menjelang beliau menerima wahyu (beliau
berusia sekitar 37 tahun). Dengan demikian, Muhammad saw telah berprofesi
sebagai pedagang selama ± 25 tahun ketika beliau yang berlangsung selama ± 23
tahun.
Aspek bisnis Muhammad saw ini juga luput dari perhatian
kebanyakan orientalis. Mungkin karena dianggap kurang kontroversial dan tidak
menarik dalam perdebatan teologis, maka sebagian mereka hanya sering
melancarkan serangan terhadap pribadi Muhammad saw tapi jarang mengkaji secara
mendalam perilaku bisnis beliau. Untuk itu, buku ini hadir guna mengupas aspek bisnis Nabi
saw.
Secara umum buku terbagi dua bagian besar: Bab I, Bab II, dan Bab
III diperuntukkan bagi Anda calon pengusaha. Dipaparkan bagaimana posisi harta
dalam Islam, mengapa kita harus kaya dan tak boleh miskin serta apa yang harus
kita siapkan untuk pindah ke quadrant business owner. Sedangkan Bab IV
dan V diperuntukkan bagi pengusaha. Selain memaparkan tentang bagaimana Nabi
saw sebagai pebisnis, juga dijelaskan etika apa saja yang harus diperhatikan
oleh para pengusaha. Jadi, buku ini sengaja diperuntukkan bagi calon pengusaha
dan para pengusaha.
Melalui lembaran yang amat terbatas ini, saya ingin mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang sudah terlibat dalam penyelesaian karya
ini. Untuk buah hatiku tercinta: Arini Farhana Kamila, Ahmad Syauqi Banna, Alya
Syakira dan Wafi Biahdillah, terimakasih untuk semangat yang dipompakan. Untuk
kalian karya ini dipersembahkan sebelum siapa pun. Buat istri tersayang, terima
kasih atas dukungannya. Bagi teman-teman halaqah az-Zumar, kelompok Pengajian
Ahad pagi, terimakasih atas segala masukkannya.
Yang tak mungkin saya
lupakan, spirit beberapa tokoh yang telah memberikan inspirasi dalam karya ini.
Mereka adalah: Ustadz Anis Matta, politikus Partai Keadilan Sejahtera. Tak bisa
dipungkiri, Bab II dan III dalam karya ini terinspirasi dari ceramah dan
beberapa tulisan Ustadz Anis Matta, saat
ia bicara tentang uang. Meski
ceramah dan tulisan itu tak sedikit menuai kontroversi, tapi dari sisi semangat
dan motivasi, tentu amat positif.
Tokoh kedua adalah Bang
Valentino Dinsi. Dua karyanya yang sempat mengguncang perbukuan Indonesia: Jangan
Mau Seumur Hidup Jadi Orang Gajian Jilid I dan II, tak hanya melepaskan
gembok kerangkeng saya dari jeruji sebagai karyawan, tapi juga melecut semangat
saya untuk melahirkan karya ini. Bukunya Jangan Mau Seumur Hidup Jadi
Orang Susah, juga menambah gizi buku ini.
Tokoh ketiga adalah Nio
Gwan Chung yang setelah ‘hijrah’ memperkenalkan dirinya dengan Dr Muhammad
Syafii Antonio, MM.Ec. Dua karyanya begitu membekas dalam membentuk gaya
berpikir saya dalam merampung buku ini. Kedua karya itu adalah buku Muhammad
saw The Supre Leader Super Manajer (yang sering ia sebut sebagai matan
bukunya) dan buku Ensiklopedi Leadership & Manajemen Muhammad saw,
khususnya Jilid II Bisnis dan Kewirausahaan. Kedua buku ini menjadi
modal saya merampungkan bab IV dan V karya ini. Terima kasih Pak Syafii.
Satu tokoh lagi: Dr
Muhammad Syahrial Yusuf, SE, pendiri LP3I. Melalui interaksi saya dengan beliau
ketika menulis buku biografinya, saya seperti sedang kuliah. Begitu banyak ilmu
yang saya dapatkan. Tentang spirit wirausaha, cara memulai usaha dan bagaimana
mengembangkan usaha. Sebagai akademisi sekaligus pengusaha, Pak Syahrial sangat
menguasai bidang ini. Terimakasih.
Saya tak mungkin menyebutkan satu persatu semua pihak yang idenya
sudah menginspirasi karya ini, baik secara langsung maupun tidak. Seandainya
ada pihak yang merasa telah menyumbangkan kontribusinya, saya ucapkan terima
kasih. Bagi ide, saran, tulisan atau apa pun yang belum sempat saya minta izin
untuk ditulis dalam karya ini, saya mohon diikhlaskan. Semoga kita mendapatkan
ganjaran yang berlipat atas semua yang kita usahakan. Amin.
(Pemesanan silakan sms ke: 0817-1945-60)
Harga Rp 70.000
Bogor, Januari 2012/Shafar 1433 H
berapa harag bku ini?
BalasHapus